fbpx
Berita  

Kota Tasik Tak Seksi Lagi

KABARPASUNDAN.ID –

Oleh: Dr. H. Dadang Yudhistira, SH,. M.Pd.

—————————————

Kota Tasikmalaya yang pernah menjadi destinasi yang mengasikkan, kini tak seksi lagi. Jangan heran jika penikmat seni, penikmat kuliner Tasik, penikmat wisata kota yang selama ini berburu ke kota Tasik, banyak yang mengurungkan niatnya berkunjung ke Tasikmalaya. Mengapa?

Banyak hal yang menyebabkan para pelancong yang ingin melancong ke Tasikmalaya mengurungkan niat, diantaranya:

Pertama ikon kota Tasikmalaya yang terkenal sabagai Malioboro nya Tasikmalaya, yang sempat diberikan apresiasi tinggi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai kota yang mulai naik kelas, kini mulai pudar kembali. Pudarnya ikon kota Tasikmalaya tersebut tidak lepas dari lemahnya kebijakan Pemerintah dalam menciptakan tata kota yang ramah lingkungan dan estetik. Saat ini, pedestrian jalan Cihideung yang semula banyak dinikmati sebagai ruang terbuka yang nyaman untuk jalan-jalan dan santai, kini kembali kumuh dengan deretan kios-kios semi permanen. Kesan kumuh pun makin terlihat semakin parah dengan makin tak terurusnya sampah yang berserakan. Yang cukup menggelitik, di saat ada pengunjung yang berkomentar “katanya Tasikmalaya itu Kota santri, kota 1000 pesantren, tapi kenapa urusan sampah saja tak becus..!!! Ini adalah fakta, akibat lemahnya pengawasan dan pengendalian dari pihak Pemerintah dan aparat yang berwenang, serta rendah nya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan. Para politisi lebih memilih bungkam, cari aman dan pura-pura tak tahu, atau mungkin takut suara untuk pemilu jeblog. Tapi itu tidak terjadi di saat awal, ketika lokasi pedestrian Jalan Cihideung bersih, atau steril atau bebas dari adanya para pedagang. Memang, terdapat korelasi antara kumuhnya kawasan pedestrian Jalan Cihideung dengan hadirnya para pedagang dan rendahnya kesadaran masyarakat pengunjung terhadap kebersihan. Para pedagang tak peduli dengan dampak sampah dari jenis makanan atau produk yang dijualnya, karena pikirannya hanya berdagang, dan tak ada kesadaran dan tanggungjawab pedagang atas kebersihan. Kalau pun bentuk tanggung jawabnya digantikan dengan retribusi, yang harus dipertanyakan apakah retribusi tersebut masuk ke kas daerah?? Wallahualam.

Faktor kedua yang menyebabkan penikmat wisata Tasikmalaya banyak yang mengurungkan niatnya adalah kondisi pedestrian Jalan HZ yang mulai semerawut, tak lagi memanjakan pejalan kaki. Kini pedagang kaki lima dari berbagai jenis mulai bebas mangkal di lokasi pedestrian HZ. Jalanan mulai tidak memberikan kenyamanan kepada pengguna kendaraan, akibat banyak beca yang mangkal di pinggir jalan HZ, yang seharusnya steril dari pedagang dan beca.

Faktor ketiga yang mendorong pelancong enggan wisata ke Tasikmalaya adalah akibat maraknya geng motor yang beringas dan sadis. Mereka umumnya takut untuk menikmati wisata malam, karena takut dengan geng motor. Jadi dari aspek keamanan, banyak wisatawan yang memandang Tasikmalaya rawan dan tidak nyaman.

Akibat dari semua itu, Tasikmalaya menjadi tak seksi lagi untuk dikunjungi. Jika hal ini terus tanpa penanganan, maka bisa berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat.

Saatnya Pemerintah dan legislatif satu frekuensi untuk memperbaiki kondisi ini. Saatnya pula pihak kepolisian dan penegak hukum bertindak tegas untuk memberikan rasa aman terhadap warga.

Semoga……

 

Penulis:

Dosen STIABI Riyadul ‘Ulum Ponpes Condong Tasikmalaya.