fbpx
Berita  

Budayawan Ajak Warga Lebih Bertoleransi

KABARPASUNDAN.ID – Pupuhu Agung (Ketua Umum) Dewan Karatuan Majelis Adat Sunda Ari Mulia Subagja berharap Indonesia kedepan dapat lebih toleransi, saling menghormati, menghargai serta saling membantu dan bergotong royong antar beragam etnis yang ada di bumi Pertiwi sesuai dengan kaidah Pancasila.

Dikatakan Ari atau Bah Ari, dari berbagai peristiwa yang mengusik keberagaman di NKRI, dapat menjadi momentum kebangkitan adat dan budaya, terutama bangsa Sunda.

“Ulah ngusik kana adat jeung budaya, iyeu karek Sunda. Jiga kamari orang Dayak ambekna luar biasa (Jangan mengusik adat dan budaya, ini baru Sunda. Seperti kemarin, orang Dayak marahnya luar biasa). Tapi prinsipna kabeh terzalimi. Dengan sikap-sikap, perkataan, ucapan lalu sinisme dari kelompok-kelompok intoleran,”ucap Abah Ari saat ditemui awak media di Bandung, Sabtu 5 Februari 2022

Bah Ari menambahkan, saat ini bangsa Sunda sudah bersatu. Hampir semua bereaksi, bahkan masyarakat pedalaman Banten pun turun.

Menurutnya, hal tersebut merupakan tanda proses perubahan peradaban bangsa Sunda.

Ia mengatakan peristiwa 13 tahun lalu ketika ada imbauan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang menyoal penari jaipong menutup bagian tubuh yang terbuka dan gerakannya diperhalus membuat budayawan Sunda bereaksi keras.

Pernyataan Gubernur Jabar saat itu bersambut tentangan yang cukup keras dari tokoh-tokoh seniman tari Jaipong dan penggiat kesenian Sunda.

Belum lagi ucapan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring yang bernada pembelaan terhadap gubernur yang notabene dari partai PKS, justru menuai badai kecaman yang lebih keras.

Menurutnya tari Jaipong merupakan tarian erotis dan berasal dari tempat-tempat negatif /maksiat (Media Indonesia, 15 Februari 2009).

“Saya pada tahun 2016 peristiwa Riziek Shihab memelesetkan Sampurasun menjadi campur racun kita bergerak sampai melaporkan ke Polda Jabar, tapi teu puguh-puguh teu aya beja teu aya angin teu aya hujan, ngadangu weh wungkul (tiba-tiba, tidak ada kabar hanya mendengar), nelepon bahwa kasus Rizieq Shihab dihentikan. Tapi saya bergerak terus, siapa saja jangan kan Rizieq juga PKS, tapi kita orang Sunda jelas urutannya. Kalau mereka tidak menganggap adat dan budaya berarti mereka keluar dari belahan batu, tidak akan ada kita kalau tidak ada karuhun (nenek moyang) kita, aki uyut dan ibu bapak, kita harus menghargai bukan nggak boleh,”cetus dia.

“Terlihat dari simbol simbol seni ini, kadang orang tidak biasa membedakan jaipongan disebut budaya padahal itu seni hasil dari sebuah peradaban budaya. Ciri orang beradab adalah orang berbudaya, karena yang yang dipakai adab dari budaya. Sekarang pengertian budaya sudah dibelokan jadi seni padahal budaya itu tatanan hidup dari dalam kandungan sampai ke dalam tanah. Itu ada tatanan yang harus dipakai oleh kita,”tegasnya.

Untuk itu Abah Ari menegaskan, adat dan budaya harus menjadi dasar atau pondasi yang dimiliki para politisi, pemimpin daerah maupun pejabat lainnya yang juga tidak terlepas dari kaidah maupun azas Pancasila.

Pasalnya menurut Abah Ari, Soekarno saat merumuskan Pancasila menggunakan pondasi adat dan budaya Nusantara, yang sudah turun – temurun dilakukan bangsa Indonesia.

“Adat dan budaya harus menjadi dasar atau pondasi. Jadi seorang politisi melaksanakan politiknya baik itu di partai, DPR, kepala daerah mereka memiliki koridor yaitu adat dan budaya, jadi manusia politik yang berbudaya. Jadi tidak sekedar mengejar kekuasaan atau tujuan saja, tapi melihat situasi dan lingkungan, ada orang yang bersama sama, ada alam jadi tidak menghalalkan segala cara,”tegasnya.

“Kayak Pancasila, itu hasil Bung Karno. Kata kelompok radikal ah nggak suka, itu bukan hasil Bung Karno tapi karuhun, karuhun dari Allah melalui alam melalui lainnya, nilai-nilai kehidupan.Bung Karno sekedar menemukan, menggali lalu ditulis ini esensinya se-Nusantara, percaya kepada Alloh kata bung Karno itu. Se-Nusantara saling mencintai Perikemanusiaan. Hutan tidak di rusak, mahluk mahluk tidak dibunuh. Se-Nusantara bersatu, se-Nusantara musyawarah itu di susun,”tambah dia.

Hal senada juga disampaikan tokoh Sunda Dadan Saefudin. Dikatakannya, saat ini bukan hanya diserang secara fisik namun juga menyangkut akar budaya.

“Sudah lama sebetulnya pengkaburan – pengkaburan budaya kita, ini mungkin momennya saat ini bisa disebut kebangkitan,”ucapnya.

Ia menambahkan, sebetulnya banyak kejadian atau peristiwa yang menyinggung bangsa Sunda.

Ia mencontohkan, Situs Badigul Rancamaya Bogor yang merupakan salah satu artefak atau situs sejarah , yang kini berada di kawasan perumahan elit.

Situs Badigul, disebut-sebut sebagai patilasan Prabu Siliwangi atau persemayaman terakhir Raja Pakuan Pajajaran ke 4.

“Berapa kali kejadian yang menyangkut bangsa Sunda ini selalu terusik mulai dari masalah jaipongan karena dianggapnya itu menggoda. Cara berpikirnya saja, itukan kesenian hasil dari sebuah budaya. Rancamaya masalah situs artefak, itu dijadikan perumahan. Sedangkan bagi masyarakat Jawa Barat khususnya Bogor merupakan artefak sejarah,”ucapnya.

Dadan pun menambahkan, apabila dirunut lebih jauh, masalah ketersinggungan dan pelecehan terhadap budaya Sunda sangat banyak.

Pada era saat ini dimana informasi cukup cepat diterima masyarakat, menjadikan akumulasi dari berbagai peristiwa sebelumnya.

Ia juga berharap silih asah, silih asuh, silih asih bukan hanya sebagai jargon saja, tetapi mengimplementasikan kepada kehidupan.

“Harus lebih kuat lagi. Kalau sudah bicara silih asih, asih asuh akan timbul rasa yang sama. Jadi kedepannya ini sudah keliatan riak bersatu, ya wajarlah kehidupan itu dinamis ada pro dan kontra itu sudah lumrah tapi jangan sampai menyinggung perasaan,” pungkas dia. ***